Selasa, 05 Agustus 2014

Pembatasan Solar Subsidi Ganggu Operasi Bus Antar Kota



Bus harus mengisi solar pada malam hari.
Selasa, 5 Agustus 2014, 15:00
Bus angkutan antar kota.
Bus angkutan antar kota. (VIVAnews/Fajar Sodik)
VIVAnews - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organda, Andriyansah, menuturkan, pembatasan BBM bersubsidi berjenis bahan bakar solar dapat berdampak besar terhadap transportasi angkutan umum bus.


"Dampaknya cukup besar. Mereka membutuhkan solar bersubsidi. Tarif ongkos dihitung dari tarif solar bersubsidi," ujar Andriyansah di Kementerian Perhubungan Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2014.

Selain itu, Andriyansah menilai, pembatasan waktu penjualan BBM bersubsidi jenis solar dari pukul 08.00 hingga 18.00 WIB tidak tepat. Sebab angkutan umum bus beroperasi selama 24 Jam.

"Di dalam kebijakan terdapat pembatasan jam penjualan. Ada tarif siang dan tarif malam. Sementara, bus tidak mungkin mengisi bahan bakar satu kali, sebab angkutan beroperasi 24 jam," tuturnya.

Andriyansah melanjutkan, terkait keterbatasan waktu tersebut harus dipahami oleh pengambil kebijakan. Sebab, dinilai kurang sesuai dengan jarak tempuh transportasi angkutan umum.

Ia mencontohkan, bus penumpang mengisi maksimum 200 sampai 250 liter dengan jarak tempuh 600-700 kilometer dengan waktu tempuh minimal 8 jam. Jika bus berangkat pada pukul 15.00, otomatis harus mengisi malam.

"Jika tidak ada BBM bersubsidi bagaimana?" tuturnya.

Ardiyansah mengimbau agar kebijakan pengendalian BBM bersubsidi dilakukan perbaikan atau direvisi kembali dengan tujuan membantu masyarakat yang lebih membutuhkan. Ia mengungkapkan, seharusnya pemerintah membatasi penjualan premium yang lebih banyak digunakan oleh kendaraan pribadi.
Sementara itu, untuk solar, konsumennya lebih banyak para kendaraan umum yang melayani masyarakat kecil dan menengah. (art)

Alasan Pengusaha Otobus Tolak Pembatasan Solar Bersubsidi (Pecinta Bus Pariwisata Harus Baca)


VIVAnews - Puluhan pemilik perusahan otobus, khususnya yang bergerak di sektor pariwisata, menolak secara tegas kebijakan pemerintah untuk membatasi penjualan solar bersubsidi di SPBU dan kebijakan solar bersubsidi tidak dijual saat malam hari.

Ketua Pariwisata - AKAP, Organda Daerah Istimewa Yogyakarta, Hantoro, menegaskan kebijakan pemerintah tersebut bagi pelaku usaha otobus pariwisata jelas akan berdampak pada ketidakjelasan tarif yang dapat ditawarkan pada pelanggan yang kebanyakan biro travel agen wisata.

"Kami tidak akan bisa memberikan tawaran tarif untuk 3 atau 6 bulan ke depan, jika kebijakan pembatasan ini dilakukan. Bus yang kita miliki jalannya tidak siang hari, namun juga malam hari. Bayangkan, jika siang menggunakan solar subsidi, malam menggunakan solar non subsidi akan sangat repot sekali," katanya kepada VIVAnews, Selasa 5 Agustus 2014.

Pemilik PO Otobus GG yang berlokasi di Imogiri Bantul ini juga mengatakan, jika pemerintah membatasi solar bersubsisi, lebih baik naikkan saja harganya dan akan lebih memudahkan dalam iklim usaha, karena akan ada kejelasan harga sewa bus yang akan ditawarkan.

"Pemerintah harus jujur kepada rakyat, kalau negara baru defisit. Jangan hanya pencitraan takut menaikkan harga BBM, tetapi membatasi BBM bersubsidi," bebernya.

Saat ini, dia juga bingung untuk menaikkan sewa bus untuk perjalanan 3 atau 6 bulan ke depan dengan kebijakan pembatasan solar bersubsidi. Sebab perusahaannya terikat kontrak dengan harga sewa yang lama.

"Untuk harga sewa bus ukuran besar dalam 24 jam sebesar Rp2,4 juta dan bus sedang harga sewa Rp1,7 juta dalam 24 jam. Ketika harga solar tak ada kejelasan, kami pasti nombok," tegasnya.

Hantono menjelaskan, jumlah armada bus pariwisata untuk ukuran sedang dan besar di Yogyakarta saat ini diperkirakan mencapai 600 armada. Jika kebijakan pembatasan solar bersubsidi, dipastikan kepastian usaha bagi pemilik otobus pariwisata semakin tak jelas.

"Ditanya berapa sewa bus untuk wisata 3 bulan atau 6 bulan, kita susah menjawab. Bagaimana mau usaha lancar?" tuturnya.

Lebih jauh, Hantono mengakui, perusahaannya juga diundang bidang ESDM Pemda DIY untuk membahas kebijakan pembatasan solar bersubsidi.

"Kalau suara kita jelas menolak. Namun, sepakat menaikkan BBM secara bertahap agar ada kepastian usaha. Serta, pemerintah harus jujur kepada rakyat kalau sedang defisit keuangan. Sebab, apa pun akhirnya yang menanggung tetap rakyat," ujarnya. (ita)


info & Booking Bus Pariwisata Terbaik Hub :

022-5203903 / 0216330161