Kamis, 11 September 2014

Sistem e-Hajj Belum Efektif untuk Transportasi Haji

 Bus yang Disediakan Naqobah untuk Jamaah Haji
VIVAnews - Kendati cukup efektif dalam proses imigrasi, sistem e-Hajj (elektronik haji) yang diterapkan pemerintah Arab Saudi pada musim haji tahun 1435 Hijriah ternyata masih belum efektif dalam sistem transportasi jamaah calon haji. Pihak naqobah masih sibuk menempel stiker barcode di paspor jamaah, sehingga prosesnya memakan waktu lama.

Naqobah adalah gabungan perusahaan-perusahaan transporasi di Arab Saudi. Kalau di Indonesia, naqobah sama dengan Organda.

"Harusnya dengan e-Hajj, sistem barcode tidak perlu ditempel lagi. Jadi tidak efektif, makan waktu. Harusnya tinggal pakai alat tembak, karena semua sudah terintegrasi dengan sistem di imigrasi," kata Kepala Daerah Kerja Jeddah Ahmad Abdullah Yunus di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Sabtu 6 September 2014.

Abdullah langsung menyampaikan keluhan tersebut kepada pihak Kementerian Haji Arab Saudi ketika pejabatnya sedang meninjau bandara. "Kalau di imigrasi enak tinggal tembak, tapi ini kenapa masih banyak stiker-stiker barcode yang ditempel sana-sini. Coba kalau naqobah punya satu alat tembak," katanya.

Satu hal lagi yang menjadi ganjalan dalam sistem transportasi jamaah, terutama di bandara, pengguna tidak bisa memilih bus yang kondisinya lebih baik karena naqobah. Ini karena pemerintah Arab Saudi masih mengakomodir seluruh perusahaan bus yang ada di negara ini.
Padahal pemerintah melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Kementerian Agama telah meminta agar armada bus yang digunakan untuk mengangkut jamaah ke Madinah bisa di-upgrade. Seperti halnya bus dari Makkah ke Jeddah, Makkah ke Madinah, atau pun Madinah ke Jeddah dan Madinah ke Makkah. Bus-bus ini dalam kondisi prima dengan toilet di dalamnya.

Sedangkan bus yang mengantar jamaah dari bandara Jeddah ke Madinah saat ini tidak seluruhnya bagus. Perusahaan bus Hafil, misalnya. Sudah dua kali armada yang mengangkut mobil ini mogok dalam perjalanan dari Jeddah ke Madinah, sehingga perjalanan yang semula 5-6 jam, molor hingga 8-10 jam. "Di Makkah dan Madinah kita bisa upgrade, di sini susah, tidak bisa milah-milah," kata Abdullah.

Sebab sistem di bandara, naqobah memberlakukan jatah lima persen dibagi rata, termasuk kendaraan-kendaraan yang sudah tua. Abdullah berharap dalam pelaksanaan haji mendatang, pihak bandara mengizinkan keinginan panitia untuk mengupgrade transportasi bus jamaah. "Sebab kasihan, sudah perjalanan jauh masih naik bus yang jelek," katanya.

Naqobah sejauh ini hanya menjanjikan akan mengganti bus yang bermasalah. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, saat ini petugas  di bandara mencoba membuat selebaran yang dibagikan kepada ketua rombongan agar segera memberitahu petugas di Jeddah jika bus yang ditumpanginya mogok agar bisa diinformasikan kepada naqobah.

Istirahat Kelamaan


Terkait kedatangan jamaah yang biasanya langsung beristirahat di plaza Bandara King Abdul Aziz, Abdullah mengakui sempat mendapat komplain dari pihak Kementerian Haji. Sebab waktu istirahat jamaah kerap melebihi batas maksimal, 2 jam.

"Kami jelaskan soal perjalanan yang panjang, baik dari Indonesia ke sini ataupun persiapan perjalanan mereka dari tempat asalnya," kata Abdullah.

Abdullah meminta pengertian pihak kementerian karena sulit membandingkan jamaah Indonesia dengan jamaah dari negara lain seperti India, Pakistan atau pun Afganistan yang hanya membutuhkan perjalanan 3-4 jam ke Arab Saudi. "Wajar lebih lama, karena jamaah perlu refresh, harus ke peturasan dan lain-lain untuk mengembalikan kebugaranya," kata Abdullah.

Pangalaman-pengalaman tahun lalu, pihak Kementerian Haji hanya galak di awal-awal. Lama-lama mereka bisa memahami kondisi jamaah Indonesia. "Biasanya mereka ingin kita ikuti dulu aturan yang berlaku," kata Abdullah.

e-Hajj Pemondokan Tuntas


Sementara proses sinkronisasi kontrak perumahan jamaah haji Indonesia dengan sistem e-Hajj yang diberlakukan pemerintah Saudi Arabia akhirnya tuntas.

Setelah sempat dilakukan negosiasi ulang antara PPIH Daerah Kerja Makkah dengan para pemilik hotel, akhirnya beberapa pengusaha yang bermasalah bersedia mengubah kontrak.

Artinya, persoalan perbedaan kapasitas 1.700 orang di pemondokan sudah sepenuhnya bisa diatasi. Nantinya para pemilik hotel yang akan mencarikan pemondokan tersendiri yang jaraknya relatif dekat dengan wilayah induk.

Kepala Daker Makkah Endang Jumali, Sabtu, mengatakan saat ini input data pemondokan sudah seluruhnya rampung. "Saat ini sedang dilakukan proses konfigurasi penempatan dan pemecahan kloter sehingga tidak berjauhan dari wilayah induk. Jaraknya hanya sekitar 10 sampai 50 meter dari rumah awal," katanya.

Secara administratif beberapa pemilik hotel yang bermasalah juga sudah menyelesaikan permasalahnya dengan Dinas Pariwisata Makkah. Dari 116 perumahan yang ditetapkan, hanya satu pemilik yang masih harus menyelesaikan proses administrasi karena terkendala libur.
 Untuk Kebutuhan Bus Pariwisata di Indonesia bisa hubungi kami di website :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar